(Semi) Solo Travelling : Melaka

Apa jadinya kalau sudah beli tiket untuk backpacker-an dan ternyata teman seperjalanan kita yang Cuma satu-satunya batal berangkat? Batal berangkat juga atau tetap jalan meski sendirian?

Kalau saya, saya memilih untuk tetap jalan meski si dia tidak jadi berangkat.

Sekitar awal tahun 2016, adik saya yang mengikuti berbagai grup backpacker, dapat info kalau ada ‘eror’ di tra**l*ka. Tiket KL – HK pp 500 ribu saja. Siapa yang bisa nolak coba? Alhasil kami berdua booking tiket untuk Mei 2016. Sayangnya, karena satu dan lain hal, adik saya membatalkan keberangkatannya.

Sejujurnya agak berat kalau saya mesti jalan sendiri, tapi, sayang juga kalau tiketnya hangus gitu aja. Akhirnya, saya tetap jadi berangkat. Pernah suatu kali saya berpikir, sepertinya perlu untuk melakukan perjalanan sendirian ke tempat yang baru. Rupanya, ini saatnya! Uyeaah.

Tapi, apakah saya benar-benar sendirian?

Hmmm, jadi gini, waktu heboh beli tiket, adik saya gabung salah satu grup yang isinya orang-orang beli tiket di tanggal yang sama sehingga saya bisa cari teman, setidaknya selama di Hongkong, karena tujuan saya bukan hanya Hongkong. Maka, saya sebut ini sebagai semi-solo trip.

Perjalanan KL – HK sesuai tiket yang dibeli adalah tanggal 5 – 8 Mei 2016, pas tanggal merah di 5 Mei-nya. Sementara itu, saya yang saat itu belum pernah ke KL dan Singapore, memutuskan untuk berangkat lebih awal dan pulang lebih akhir demi bisa sekalian eksplore dua negara tetangga itu sendirian. Kebetulan pekerjaan saya memungkinkan saya tidak ngantor kala itu. Jadi, manfaatkan saja. Sambil menyelam, dua tiga pulau terlampaui, kurang lebih begitu. Hehe.

Seharian di Melaka

Saya pilih berangkat ke Malaysia tanggal 3 sebetulnya karena pada tanggal tersebut, tiketnya lebih murah. Saya pilih malam hari dan berakhir pada nginep di bandara KLIA pada malam itu. Ternyata ada juga yang kaya saya gini, baru mau ke Melaka paginya. Tapi saya ga bareng sih sama mereka, jadilah tetap sendiri. Tidur beberapa jam lah di kursi-kursi lounge yang ada. Wkwkwk. Maklum lah budget traveler dan newbie pulak.

Tidur gak nyaman, jelas. Tapi gak apalah. Paginya saya baru deh cari dimana bisa naik bus untuk ke Melaka. Agak nervous sih awalnya karena ini perjalanan ke LN kedua saya dan kali ini sendiri saja. Yap, setelah jalan beberapa menit ke arah yang ditunjukkan, saya sampai juga ke terminal bus dekat KLIA. Menurut saya, mereka sudah lebih baik dari negara kita. Soal ticketing, jadwal, informasi keberangkatan semua jelas. Tapi sayangnya, kali ini saya dapat harga yang agak lebih mahal dari info yang sudah saya dapat sebelumnya dari browsing. KLIA – Melaka Sentral dikenai RM 30.

Sekitar hampir satu jam saya menunggu. Cukup buat sarapan, meski saya kurang nafsu makan jadi cuma beli roti aja untuk dimakan dan dibawa sebagai bekal. Busnya cukup bagus dengan jarak antar seat yang lumayan lebar, nyaman, AC  dan ada colokan di dekat tiap seat-nya. Alhamdulillah, cukup nyaman untuk melanjutkan tidur selama 2-3 jam ke depan.

Tiba di Melaka Sentral, berbekal baca-baca blog orang, saya sudah punya catatan ada apa saja di sana dan bagaimana menuju ke sana. *duh, tapi sekarang dah lupa busnya nomor berapa hahaha. Yang jelas, saya naik bus dengan bayar sekitar RM 2 untuk menuju lokasi yang masuk dalam Unesco World Heritage itu.

Saya turun dari bus ketika sudah sampai di komplek Bangunan Merah. Yap, ini adalah The Stadthuys dan Christ Church yang jadi salah satu ikon Melaka.

DSC_0002.JPG

Di sekitar dua tempat tersebut, terdapat Museum Sejarah dan Etnografi. Untuk masuk ke dalam, tiap pengunjung mancanegara dikenai sekitar RM 10. Di museum ini pengunjung bisa melihat berbagai hal mengenai sejarah dan budaya Melayu, termasuk di antaranya pakaian adat perkawinan. Selain itu, museum lain yang masih dalam komplek tersebut adalah Museum Pendidikan, Museum Sastra dan Cheng Ho Cultural Museum.

Langkah kaki saya lanjut ke Museum Pemerintahan Demokratis. Museum ini adalah salah satu yang cukup memberikan kesan kepada saya. Karena di museum ini kita bisa melihat sejarah pemerintahan Malaysia termasuk ketika mereka mengadakan pemilu pertama kalinya. Hal semacam ini yang belum pernah saya lihat di negara saya. Mestinya, Indonesia bisa buat juga dan lebih menarik karena politik di Indonesia lebih dinamis. Ah ya, bahkan, di Melaka juga ada Museum UMNO.

 

Selain museum-museum tersebut dan juga beberapa museum lainnya yang tidak saya datangi dan sebutkan satu persatu, di Melaka ini kita bisa lihat ke sebuah bukit, St. Paul Hill yang terdapat reruntuhan gereja juga di situ. Dari bukit tersebut juga tampak benteng Famosa.

Cukup puas melihat museum-museum, saya pun menikmati sekitar sambil melepas lelah. Karena beneran lumayan capek jalan sendirian dan bawa tas punggung 35liter. Saya kelupaan untuk nitip di bandara! Setelah dirasa cukup, saya pun lanjut keliling sekitar. Banyak yang naik semacam becak hias dan ada musiknya gitu, tapi saya tidak tertarik. Akhirnya saya teruskan saja menyusuri Jonker Street kemudian balik lagi dan sekedar ambil foto di beberapa spot.

Saya pun kembali ke Melaka Sentral setelah dirasa cukup. Waktu itu jam menunjukkan sekitar pukul 16.00. Satu hal yang luput, saya ga makan di Melaka. Karena ga niat dan ga nafsu makan. Padahal makan itu perlu banget, apalagi sedang dalam aktifitas jalan kaki yang banyak.

Kembali ke KLIA 2

Dari Melaka Sentral saya ke KLIA 2 dengan bus, kali ini dapat harga sesuai, sekitar RM 24. Alhamdulillah. Sambil menunggu, saya beli milkshake gitu yang ukuran cukup besar. Ternyata oh ternyata, gak boleh makan dan minum di dalam bus. Terpaksa lah saya habiskan itu dengan segera.

Saya sampai di KLIA 2 sebelum jam 6 sore. Sementara itu, penerbangan selanjutnya menuju Hongkong baru besok jam 7 pagi. Sekali lagi, saya ga booked penginapan buat ngirit hehe. Toh teman-teman yang akan bareng juga akan datang malam itu dan nunggu di bandara. Wkwkwk.

Masih banyak banget waktu buat santai, mandi, makan dan sebagainya. Bandara KLIA 2 ini luas banget dan ada mallnya, jadi soal makan ga usah kuatir. Trus juga dia ada shower room yang bisa dipakai secara gratis dan ga perlu check in dulu. Ada di dekat minimarket di lantai 3 kalau ga salah. Di terminal perlepasan. Sementara untuk makan, karena saya penasaran dengan makanan favorit salah satu penyanyi UK, saya cobain Nando’s yang di Indonesia ga ada. Hehe.

Sekitar jam 10 malam waktu setempat, saya pun bertemu teman-teman yang lainnya. Setelah cari-carian, akhirnya kami bertemu di sebuah spot yang memang biasa dipakai untuk ngampar. Cerita selanjutnya akan tayang di post selanjutnya. Stay tune ya!

 

Leave a comment